Teknologi
Sel Surya untuk Energi Masa Depan
Sumber: Berita
Iptek Topik: Politik Tags: Add new tag, Cadmium Telluride, Copper Indium
Gallium Selenide, efek arus foto, Energi Masa Depan, Exciton, Graetzel sel, Kecepatan Cahaya, konstanta Plancks, metode wire-sawing, screen printing, Sel Surya
Suplai energi surya dari sinar
matahari yang diterima oleh permukaan bumi sebenarnya sangat luar biasa
besarnya yaitu mencapai 3 x 1024 joule pertahun. Jumlah energi
sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di seluruh dunia saat
ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0,1% saja permukaan bumi dengan divais
solar sel yang memiliki efisiensi 10% sudah mampu untuk menutupi kebutuhan
energi di seluruh dunia saat ini. Perkembangan yang pesat dari industri sel
surya (solar sel) di mana pada tahun 2004 telah menyentuh level 1000 MW membuat
banyak kalangan semakin melirik sumber energi masa depan yang sangat
menjanjikan ini.
Energi yang dikeluarkan oleh
sinar matahari sebenarnya hanya diterima oleh permukaan bumi sebesar 69% dari
total energi pancaran matahari [1]. Suplai energi surya dari sinar matahari
yang diterima oleh permukaan bumi sangat luar biasa besarnya yaitu mencapai 3 x
10 joule pertahun, energi ini setara dengan 2 x 1017 Watt
[1]. Jumlah energi sebesar itu setara dengan 10.000 kali konsumsi energi di
seluruh dunia saat ini. Dengan kata lain, dengan menutup 0.1% saja permukaan
bumi dengan divais solar sel yang memiliki efisiensi 10% sudah mampu untuk
menutupi kebutuhan energi di seluruh dunia saat ini [2].
Cara kerja sel surya adalah
dengan memanfaatkan teori cahaya sebagai partikel. Sebagaimana diketahui bahwa
cahaya baik yang tampak maupun yang tidak tampak memiliki dua buah sifat yaitu
dapat sebagai gelombang dan dapat sebagai partikel yang disebut dengan photon.
Penemuan ini pertama kali diungkapkan oleh Einstein pada tahun 1905. Energi
yang dan frekuensildipancarkan
oleh sebuah cahaya dengan panjang gelombang
photon V dirumuskan dengan persamaan:
E = h.c/λ
Dengan h adalah
konstanta Plancks (6.62 x 10-34 J.s) dan c
adalah kecepatan cahaya dalam vakum (3.00 x 108 m/s). Persamaan
di atas juga menunjukkan bahwa photon dapat dilihat sebagai sebuah partikel
energi atau sebagai gelombang dengan panjang gelombang dan frekuensi tertentu
[3]. Dengan menggunakan sebuah divais semikonduktor yang memiliki permukaan
yang luas dan terdiri dari rangkaian dioda tipe p dan n, cahaya yang datang
akan mampu dirubah menjadi energi listrik.
Hingga saat ini terdapat
beberapa jenis solar sel yang berhasil dikembangkan oleh para peneliti untuk
mendapatkan divais solar sel yang memiliki efisiensi yang tinggi atau untuk
mendapatkan divais solar sel yang murah dan mudah dalam pembuatannya.
Tipe pertama yang berhasil
dikembangkan oleh para peneliti adalah jenis wafer (berlapis) silikon kristal
tunggal. Tipe ini dalam perkembangannya mampu menghasilkan efisiensi yang
sangat tinggi. Masalah terbesar yang dihadapi dalam pengembangan silikon
kristal tunggal untuk dapat diproduksi secara komersial adalah harga yang
sangat tinggi sehingga membuat solar sel panel yang dihasilkan menjadi tidak
efisien sebagai sumber energi alternatif. Sebagian besar silikon kristal
tunggal komersial memiliki efisiensi pada kisaran 16-17%, bahkan silikon solar
sel hasil produksi SunPower memiliki efisiensi hingga
20%[www.sunpowercorp.com]. Bersama perusahaan Shell Solar, SunPower menjadi
perusahaan yang menguasai pasar silikon kristal tunggal untuk solar sel.
Jenis solar sel yang kedua
adalah tipe wafer silikon poli kristal. Saat ini, hampir sebagian besar panel
solar sel yang beredar di pasar komersial berasal dari screen printing jenis
silikon poli cristal ini. Wafer silikon poli kristal dibuat dengan cara membuat
lapisan lapisan tipis dari batang silikon dengan metode wire-sawing.
Masing-masing lapisan memiliki ketebalan sekitar 250350 micrometer. Jenis solar
sel tipe ini memiliki harga pembuatan yang lebih murah meskipun tingkat
efisiensinya lebih rendah jika dibandingkan dengan silikon kristal tunggal.
Perusahaan yang aktif memproduksi tipe solar sel ini adalah GT Solar, BP,
Sharp, dan Kyocera Solar.
Kedua jenis silikon wafer di
atas dikenal sabagai generasi pertama dari solar sel yang memiliki ketebalan
pada kisaran 180 hingga 240 mikro meter. Penelitian yang lebih dulu dan telah
lama dilakukan oleh para peneliti menjadikan solar sel berbasis silikon ini
telah menjadi teknologi yang berkembang dan banyak dikuasai oleh peneliti
maupun dunia industri. Divais solar sel ini dalam perkembangannya telah mampu
mencapai usia aktif mencapai 25 tahun [1]. Modifikasi untuk membuat lebih
rendah biaya pembuatan juga dilakukan dengan membuat pita silikon (ribbon si)
yaitu dengan membuat lapisan dari cairan silikon dan membentuknya dalam
struktur multi kristal. Meskipun tipe sel surya pita silikon ini memiliki
efisiensi yang lebih rendah (13-15%), tetapi biaya produksinya bisa lebih
dihemat mengingat silikon yang terbuang dengan menggunakan cairan silikon akan
lebih sedikit.
Generasi kedua solar sel
adalah solar sel tipe lapisan tipis (thin film). Ide pembuatan jenis
solar sel lapisan tipis adalah untuk mengurangi biaya pembuatan solar sel
mengingat tipe ini hanya menggunakan kurang dari 1% dari bahan baku silikon
jika dibandingkan dengan bahan baku untuk tipe silikon wafer. Dengan
penghematan yang tinggi pada bahun baku seperti itu membuat harga per KwH
energi yang dibangkitkan menjadi bisa lebih murah.
Metode yang paling sering
dipakai dalam pembuatan silikon jenis lapisan tipis ini adalah dengan PECVD
dari gas silane dan hidrogen. Lapisan yang dibuat dengan metode ini
menghasilkan silikon yang tidak memiliki arah orientasi kristal atau yang
dikenal sebagai amorphous silikon (non kristal). Selain
menggunakan material dari silikon, solar sel lapisan tipis juga dibuat dari
bahan semikonduktor lainnya yang memiliki efisiensi solar sel tinggi
seperti Cadmium Telluride (Cd Te) dan Copper Indium
Gallium Selenide (CIGS).
Efisiensi tertinggi saat ini
yang bisa dihasilkan oleh jenis solar sel lapisan tipis ini adalah sebesar
19,5% yang berasal dari solar sel CIGS [5]. Keunggulan lainnya dengan
menggunakan tipe lapisan tipis adalah semikonduktor sebagai lapisan solar sel
bisa dideposisi pada substrat yang lentur sehingga menghasilkan divais solar
sel yang fleksibel. Kedua generasi dari solar sel ini masih mendominasi pasaran
solar sel di seluruh dunia dengan silikon kristal tunggal dan multi kristal
memiliki lebih dari 84% solar sel yang ada dipasaran (lihat Gambar 1) [4].
Gambar 1. Sebaran jenis solar
sel yang berada di pasar komersial yang masih didominasi oleh solar sel
generasi pertama (World market 2001 by Technology).
Penelitian agar harga solar
sel menjadi lebih murah selanjutnya memunculkan generasi ketiga dari jenis
solar sel ini yaitu tipe solar sel polimer atau disebut juga dengan solar sel
organik dan tipe solar sel foto elektrokimia. Solar sel organik dibuat dari
bahan semikonduktor organik seperti polyphenylene vinylene dan fullerene.
Berbeda dengan tipe solar sel
generasi pertama dan kedua yang menjadikan pembangkitan pasangan electron
dan hole dengan datangnya photon dari sinar matahari sebagai
proses utamanya, pada solar sel generasi ketiga ini photon yang datang tidak
harus menghasilkan pasangan muatan tersebut melainkan membangkitkan exciton. Exciton inilah
yang kemudian berdifusi pada dua permukaan bahan konduktor (yang biasanya di
rekatkan dengan organik semikonduktor berada di antara dua keping konduktor)
untuk menghasilkan pasangan muatan dan akhirnya menghasilkan efek arus foto (photocurrent)
[5-6].
Tipe solar sel photokimia
merupakan jenis solar sel exciton yang terdiri dari sebuah
lapisan partikel nano (biasanya titanium dioksida) yang di endapkan dalam
sebuah perendam (dye). Jenis ini pertama kali diperkenalkan oleh Profesor
Graetzel pada tahun 1991 sehingga jenis solar sel ini sering juga disebut
dengan Graetzel sel atau dye-sensitized solar cells (DSSC)
[2].
Graetzel sel ini dilengkapi
dengan pasangan redok yang diletakkan dalam sebuah elektrolit (bisa berupa
padat atau cairan). Komposisi penyusun solar sel seperti ini memungkinkan bahan
baku pembuat Graetzel sel lebih fleksibel dan bisa dibuat
dengan metode yang sangat sederhana seperti screen printing.
Meskipun solar sel generasi ketiga ini masih memiliki masalah besar dalam hal
efisiensi dan usia aktif sel yang masih terlalu singkat, solar sel jenis ini
akan mampu memberi pengaruh besar dalam sepuluh tahun ke depan mengingat hargan
dan proses pembuatannya yang sangat murah.
Pertumbuhan teknologi sel surya
di dunia memang menunjukkan harapan akan solar sel yang murah dengan memiliki
efisiensi yang tinggi. Sayangnya sangat sedikit peneliti di Indonesia yang
terlibat dengan hiruk pikuk perkembangan tentang teknologi sel surya ini. Sudah
seharusnya pemerintah secara jeli melihat potensi masa depan Indonesia yang
kaya akan sinar matahari ini dengan mendorong secara nyata penelitian di bidang
energi surya ini.
0 komentar:
Posting Komentar